PANGERAN GADUNGAN : Kisah Penipuan Berkedok Bangsawan di Bayeman Tahun 1928


Belakangan ini publik di Indonesia digegerkan dengan kemunculan kerajaan - kerajaan baru dengan klaim - klaim yang fantastis. Janji - janji utopis kejayaan masa lalu itu dihembuskan oleh para pendirinya dengan berbagai macam motif kepada para pengikutnya. Entah atas alasan ekonomi, politik, agenda pribadi ataupun legitimasi tertentu. Namun yang jelas, hal yang demikian itu juga pernah terjadi di Magelang pada masa lalu. Penipuan oleh dua pangeran gadungan yang berhasil menghipnotis warga sekampung.
Menurut surat kabar Bataviasch Niewusblad yang terbit pada 16 Desember 1928, Kampung Bayeman didatangi oleh dua orang yang mengaku sebagai putra pangeran dari Kasultanan Yogyakarta. Bahkan, keduanya juga berlagak layaknya seorang ustadz atau kyai yang dengan fasih memberikan wejangan - wejangan tentang kehidupan. Dengan kemampuan bersilat lidahnya yang sangat lihai dan mahir itu, mereka berdua mampu meyakinkan para warga kampung untuk percaya.
Tak jarang juga, Iming - iming imbalan dan hadiah mereka obral dengan enteng kepada warga. Dengan pesona dan karisma mereka sebagai pangeran itu, dua orang ini mampu menghipnotis warga Bayeman untuk taqlid (patuh).
surat kabar Bataviasch Niewsblad terbitan 16 Desember 1928
Setelah mampu meyakinkan para tokoh masyarakat Kampung Bayeman, kedua pria yang mengaku sebagai pangeran tadi kemudian menyewa mobil dan seorang sopir untuk bisa pulang kembali ke Yogyakarta. Selama beberapa hari mobil rentalan itu tidak kembali ke Bayeman. Akhirnya sang pemilik mobil pun melaporkan kejadian itu kepada polisi.
Setelah beberapa hari pasca laporan itu diterima polisi, tiba - tiba sang sopir kembali pulang ke Bayeman menemui si pemilik mobil. Sang sopir bercerita bahwa kedua orang pangeran gadungan itu telah menolak membayar biaya rental mobil dan akomodasi yang mereka terima. Tak sepeser pun uang ia berikan kepada si sopir dan dengan bebasnya bisa melenggang kangkung dengan santuy.
- Chandra Gusta W -
sumber: disarikan dan diintepretasikan ulang dari surat kabar Bataviasch Niewsblad terbitan 16 Desember 1928

Komentar