Trah Bach Caiban (Basyaiban) sudah secara turun – temurun
menjadi bupati Magelang semenjak Raffles masih berkuasa atas Jawa. Sudah hampir
satu abad klan ini menduduki posisi penting dalam pemerintahan eksekutif
Magelang. Konon, Trah Bach Caiban pernah dijanjikan untuk menjadi penguasa bumi
Magelang selama tujuh turunan. Akan tetapi, janji penjajah ini tidak pernah ditepati
dan harus berhenti pada keturunan kelima. Muhammad bin Said Bach Caiban, sang Bupati Magelang
kelima ini diberi gelar
yang berbeda dari gelar yang dimiliki sang ayah, Danoekoesoemo. Sang Bupati
terakhir trah Bach Caiban ini diberi gelar, Raden Adipati Arya Danoesoegondo.
Kiprahnya dalam dunia perpolitikan, pemberdayaan perempuan, sosial dan budaya pada masa kebangkitan nasional banyak terekam dalam foto – foto dan
surat kabar.
Raden Tumenggung Adipati Aryo Danoesoegondo dan Istri. Ia adalah Bupati terakhir dari garis keturunan Bach Chaiban (Danuningrat I) yang sudah memimpin Magelang selama hampir 100 tahun sejak Inggris masih berkuasa. Sumber : KITLV
Danoesoegondo adalah anak Danoekoesomo sang bupati
keempat Magelang yang berkuasa selama kurang lebih 30 tahun dari 1878 hingga
1908. Danusugondo diangkat menjadi Bupati Magelang ketika Hindia Belanda,
khususnya Magelang sudah mulai berkembang. Setelah jalur kereta api dari
Semarang dan Yogyakarta selesai dibangun pada 1905 dan listrik masuk kota
Magelang pada 1924, Ia adalah pemimpin daerah pertama di Magelang yang bisa
menikmati dinamisme pertumbuhan ekonomi dan kemajuan wilayahnya. Dengan
terhubungnya pusat pemerintahan kolonial di Semarang dengan kerajaan – kerajaan
Jawa (Vorstenlanden) di selatan, ide – ide dan gagasan – gagasan baru mulai masuk dan menjejali Magelang. Ia juga hidup dimana kesadaran akan
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai sebuah bangsa bernama Indonesia
(Kebangkitan Nasional) mulai berkembang.
Kondisi Aloon - Aloon Magelang pada medio 1920an dalam pewarnaan. Tahun 1920an adalah tahun - tahun dimana isu - isu kebangsaan mulai berkembang.
Sumber : Indonesian History
Kiprah Bupati Magelang kelima dalam bidang politik luar
negeri bisa dilacak dalam sebuah
pemberitaan surat kabar ketika Bupati Danusugondo
bersama perwakilan organisasi – organisasi pergerakan Hindia Belanda lainnya berkunjung ke Negeri Belanda pada
1917. Para perwakilan negeri jajahan ini disatukan oleh sebuah gagasan mengenai
pertahanan Hindia Belanda atas ancaman keamanan yang datang dari luar. Dan
gagasan ini disebutdengan Indie Weerbaar (Pertahanan Hindia). Dasar dari
gagasan Indie Weerbaar sendiri adalah desakan kepada Pemerintah Kolonial
Belanda untuk membentuk suatu angkatan bersenjata yang terdiri atas golongan
bumi putra.
Desakan organisasi – organisasi penggagas Indie Weerbaar
ini semakin gencar ketika kecamuk perang dunia pertama (The Great War) pecah di
Eropa pada 1914. Maka para penggagas Indie Weerbaar ini membentuk sebuah komite
dan memutuskan untuk mengirim delegasi untuk menyampaikan gagasan – gagasan
mengenai pertahanan Hindia Belanda kepada Ratu Belanda, Menteri Urusan Negeri
Jajahan dan Parlemen Belanda (Staten Generaal). Maka pada bulan Januari 1917,
berangkatlah enam orang utusan Indie Weerbaar yang terdiri dari seorang wakil
dari Perkumpulan Bupati (Regenten Bond)
yaitu Raden Tumenggung Adipati Aryo Danusugondo, Perkumpulan Bangsawan
(Prinsen Bond) yang diwakilioleh Pangeran Ario Koesoemodiningrat, Mas Ngabehi
Dwidjosewodjo sebagai perwakilan Budi Oetomo, Abdoel Moeis sebagai wakil Sarikat
Islam, F Laoh dari Perserikatan Minahasa, dan Kapitein W.V Rhemrev.
Foto Bupati Danusugondo ketika berada di Belanda pada
bulan Maret - April 1917. Sumber : Upload Tony Kusmahadi 2 Desember 2013, FB Group KTM
Pertemuan antara perwakilan Indie Weerbaar dan pemerintah
Belanda ini
menghasilkan keputusan yang mengecewakan bagi pihak Hindia Belanda. Gagasan mengenai pertahanan atas tanah
Hindia Timur tersebut tidak disetujui oleh pemerintah
kolonial. Namun sebagai gantinya, para delegasi Indie
Weerbaar ini berhasil melobby 14 pengusaha
Belanda dan Sang Ratu untuk mendirikan sebuah sekolah teknik di Bandung. Tiga tahun setelah kunjungan ini, yaitu pada 1920, Sekolah Teknik (Technische Hooge School) pun dibangun di Bandung dan sekarang lebih dikenal dengan nama Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kiprah Bupati Danusugondo dalam bidang pemerintahan dalam
negeri juga bisa dilihat ketika ditunjuknya Bupati Danusugondo sebagai
wakil Regenten Bond dalam
komite Indie Weerbaar (Pertahanan Hindia). Danusugondo yang merupakan salah
satu anggota perkumpulan bupati sejawa (Regenten Bond) dianggap sebagai orang
yang layak dan cukup representative untuk bisa menyuarakan aspirasi para bupati
di Jawa. Regenten Bond sendiri sering mengadakan konfrensi diberbagai kabupten
di jawa untuk membahas isu – isu kerakyatan seperti permasalahan pedesaan,
kesehatan, social – budaya, reformasi birokrasi dan lain sebagainya. Pada
tanggal 9 Mei 1938, Magelang pernah menjadi tuan rumah Konfrensi Regenten Bond
yang dilaksanakan di pendopo Kabupaten Magelang.
Foto capture De Indische courant mengenai Konfrensi Regenten Bond di
Pendopo Kabupaten Magelang. Sumber: Upload Tony Kusmahadi 10 Agustus 2012, FB Group KTM
Raden Tumenggung Adipati Arya Danusugondo juga pernah
menjadi anggota Volksraad “Dewan Rakyat”. Volksraad disetujui untuk beridiri
pada 16 Desember 1916, namun ia baru benar – benar berdiri dan berfungsi pada
18 mei 1918 saat pemerintahan Gubernur Jendral Graaf von Limburg Stirum.
Sejarah pembentukan Volksraad sendiri dilatarbelakangi oleh desakan para
aktivis pergerakan politik etis di Belanda terhadap eksploitasi besar – besaran
di negeri
jajahannya di timur. Selain
sebagai bentuk balas budi terhadap masyarakat pribumi, pembentukan Volksraad
juga tidak lepas dari adanya rasa kekhawatiran atas lesunya kegiatan ekonomi
pada saat pecah Perang Dunia I. Para pemilik perkebunan yang banyak
berinvestasi di Hindia Belanda merasa perlu untuk dibentuk suatu angkatan
bersenjata yang terdiri atas bumiputra demi mempertahankan Hindia Belanda dari
ancaman perang (Indie Weerbaar).
Foto situasi dalam gedung ketika Volksraad sedang bersidang. Terlihat jajaran birokrat pribumi yang menjadi anggota 'Dewan Rakyat' ini. Sumber : Tropenmuseum
Pada masanya, Volksraad adalah sebuah lembaga
non-legislatif yang fungsi utamanya adalah sebagai penasihat Gubernur Jendral. Proporsi kompisisi Volksraad sendiri
terdiri atas para warga Belanda dan Eropa lainnya, etnis timur asing seperti Arab, India, Tionghoa, serta bumiputra yang didalamnya adalah para pegawai
pemerintahan dan aktivis pergerakan yang jumlahnya tidak pernah mencapai lebih
dari 50% darijumlah total anggota sejak awal pembentukannya sampai padaakhir periode 1930. Danusugondo pernah menjadi anggota Volksraad dan menjadi salah satu pribumi yang terpilih dari sekian banyak kandidat yang ingin
menjadi anggota Dewan Rakyat ini.
Buku tulisan karya R.A.A Danusugondo. Sumber : Upload Bhodran Wiwid 19 April 2013, Fb Group KTM
Hubungan Bupati kelima Magelang ini tidak hanya dibina
baik dengan kalangan pemerintah kolonial, tapi ia juga menjalin hubungan erat dengan raja – raja Jawa.
Magelang yang berada ditengah hegemoni dua kerajaan besar di Jawa tentunya
memiliki pernanan yang penting bagi keberlangsungan hubungan antara pemerintah
colonial dan pemerintah feodal. Maka tidak heran jika Sultan dan Sunan sering
berkunjung ke Magelang baik hanya sebatas bertamasya keliling objek wisata
sampai pembicaraan serius mengenai dunia politik dan pemerintahan.
Sri Susuhunan Paku Buwono X pernah berkunjung ke Pendopo
Kabupaten dan disambut oleh Adipati Aryo Danusugondo pada 1915. Sumber : KITLV
Kunjungan Sri Sultan Hamangku Buwono VIII ke Magelang dan
disambut oleh Bupati Danusugondo. Sumber : KITLV
Selain aktif dalam bidang perpolitikan, Bupati
Danusugondo juga memiliki jiwa sosial yang tinggi. Hal ini terbukti ketika ia
merenovasi besar – besaran Groote Moske (Masjid Jami’ Magelang) pada 1934 - 1937. Tidak tanggung – tanggung, renovasi
Masjid ini dipimpin langsung oleh Sang Bupati sendiri. Ia juga menggunakan jasa
biro arsitek asal Belanda, Heer H Pluyter sebagai penanggung jawab. Dalam renovasi ini, Pluyter menambahan selasar serambi depan dengan gaya arsitektur gabungan
India – Inggris yang sarat makna islami. Renovasi pada masa Danusugondo ini juga menjadi sebuah
penanda perubahan nama dan status yang signifikan diamana pada masa – masa
sebelumnya Groote Moskee ini bernama Masjid Jami’ Magelang berubah menjadi Masjid Agung Magelang.
Peningkatan status ini menjadikan Masjid Kauman sebagai pusat kegiatan
keagamaan Islam di Magelang.
Foto Masjid Agung Magelang pada 1910 sebelum direnovasi oleh Bupati Danusugondo. Sumber : Upload Denmaz Didotte 4 Februari 2014, Fb Group KTM
Ulasan mengenai renovasi Masjid Jami’ Magelang dalam
sebuah majalah yang mengatakan bahwa Masjid Jami' Magelang ini lebih cocok ada di Bombay, India dan kurang serasi dengan arsitektur lingkungan sekitar. Sumber : Upload Denmaz Didotte dalam komentar 9 Juni 2015
Pluyter, sang arsitek yang merenovasi Masjid Jami' Magelang bersama keluarganya di Magelang. Sumber : KITLV
Selain itu, Bupati Danusugondo juga dikenal sebagai
pemimpin yang cukup popular dikalangan birokrat Belanda. Sebut saja para
pejabat teras pemerintah colonial di Magelang seperti dewan kota
(Gemeenteraad), Walikota (Burgemeester), dan Resident Kedoe sering mengadakan
ramah – tamah demi mempererat kerjasama antar instansi yang tujuannya tentu
untuk kemajuan Kota Praja Magelang.
Foto dalam sebuah acara ramah – tamah antara para Bupati yang tergabung dalam Regenten Bond dan Pejabat Teras Pemerintah Kolonial di rumah
Residen Kedu pada 1913. Sumber : Leiden Universiteit
Foto bupati Danusugondo bersama walikota Magelang Nessel van Lissa dalam suatu acara resepsi di Rumah Residen Kedu pada 1935. Sumber : KITLV
Bupati Magelang kelima ini dikenal juga sebagai orang
yang dekat dengan para pegawainya. Pada suatu kesempatan, ia pernah mengundang
semua pegawai kabupaten dan memberikan mereka penghargaan dan bingkisan untuk
menghargai kinerja dan dedikasi mereka.
Foto pemberiaan penghargaan dan sedekah dari Bupati Danusugondo kepada para pegawai dilingkungan rumah Bupati. Sumber : Upload Denmaz Didotte 16 Februari, Fb Group KTM
Dalam bidang pembenahan pemerintahan desa, Danusugondo
pernah pula menyatukan dua buah desa di sebuah tanah lapang di atas sumber air
kali Setan pada 1927. Ia menjadikan desa Setan dan Candirejo menjadi satu desa
bernama Desa Canditretno dan memberi nama desa di bagian selatan tempat
pengukuhan penyatuan desa dengan nama Desa Pancuranmas. Di bidang pergerakan perempuan, Bupati Danusugondo
pernah meresmikan suatu organisasi perempuan di Magelang bernama Pawiyatan Wanito pada 1915. Organisasi ini merupakan organisasi wanita pertama yang berdiri di Magelang. Dalam bidang seni, Raden Adipati Aryo Danusugondo juga
pernah mengisi 'soundtrack' suatu filem Belanda mengenai kolonisasi yang berjudul Tanah Sabrang diaman banyak para pemainnya adalah para bumiputra.
Capture foto dalam sebuah surat kabar mengenai pendirian sekolah "Inlandsche School voor Meisjes" oleh pawiyatan wanito pada bulan Desember 1916 yang diresmikan oleh R.A.A Danusugondo. Sumber : Upload Tony Kusmahadi 20 Januari 2013, Fb Group KTM
Foto potongan adegan filem 'Tanah Sabrang' yang mana Bupati Danusugondo pernah terlibat didalamnya. Sumber : Upload Foto Tony Kusmahadi 17 Oktober 2012
Demikianlah kiprah sang bupati kelima Magelang pada
masa – masa pergerakan dan kebangkitan nasional. Tulisan ini hanya secuil kisah
dari Raden Tumenggung Adipati Aryo Danusugondo yang banyak berjasa bagi
kemajuan Magelang. Ia merupakan bupati terakhir dari trah Bach Chaiban
(Basyaiban) yang memiliki segudang rekam jejak dimasa pemerintahannya. Politik
dinasti tarah Bcah Chaiban pada akhirnya harus berhenti pada 1939 ketika
Danusugondo berhenti menjadi Bupati Magelang. Tepat 3 tahun sebelum invasi
Jepang atas asia pasifik. Ia digantikan oleh Raden Adipati Aryo Sastrodiprodjo
yang nantinya hanya bisa berkuasa selama lima tahun. Semoga bermanfaat. Salam
Mblusukmen!
Ternyata jasa jasa beliau buat pendidikan dan bangsa ini amat banyak namun kurang ter ekspost
BalasHapusbangga membaca sejarah Kaboepaten Magelang....., namun sayang, Pemerintah Kabupaten Magelang seolah tak berminat melacak Hari Jadi Kabupaten Magelang yang sudah berumur lebih dari 200 tahun ini. Tak ada kemauan politik untuk melacak sejarah daerahnya sendiri. Aneh bin ajaib. Yang "dielu-elukan" peringatannya, kini adalah Hari Jadi Kota Mungkid, ibukota Kabupaten Magelang yang baru, yang berada di luar kota Magelang.
BalasHapusterimakasih atas informasinya,, saya sebagai garis keturunan eyang danoe soegondo merasa bangga atas jasanya untuk kota magelang..
BalasHapussalam hormat saya,
Bolehkah saya mengatahui daftar anak anak dari eyang danosoegondo soalnya kata ibu saya ayah saya masih teemasuk cucu beliau
HapusAlfie Rizky,,,, alamat dmn ya? 08157982800
BalasHapusPOKERVITA
BalasHapusJUDI ONLINE TEXAS POKER
Juga Taruhan Kartu Tradisional Sakong Online
Bayar Pakai GoPay
Anda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vita
Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain
Kami Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO&GOPAY Deposit dan Penarikan Dana. Untuk permasalahan apapun Anda selalu dapat menghubungi Tim Support kami, Kami online 24 jam/7 hari untuk menjawab pertanyaan Anda dan menangani masalah apapun.
Whatsapp : 0812-222-2996
salah satu pelaku sejarah kebangkitan nasional dari magelang bagus dibuat filmnya
BalasHapusAssalamualaikum admin, salam kenal buat semua eyang dan sedulur disini.. Apakah ada informasi mengenai keturunan dan silsilah R. A. A. Sastrodiprojo bupati magelang ke-6 (semoga tidak salah) ?? Matur sembah nuwun
BalasHapus