NGALAP BERKAH DAN PELUANG DESTINASI WISATA PADA 1904

Fenomena Pucuk Rebung Ajaib di Desa Semaitan, Bandongan

Ilustrasi karya C. Jetses

Fenomena alam yang aneh dan tidak bisa dijelaskan dengan logika masyarakat awam terkadang membuat banyak orang menganggap hal - hal ajaib ini adalah sebuah tanda kekuasaan Ilahiah. Terlebih lagi ketika fenomena alam aneh tersebut terjadi pada masa kolonial dimana ilmu pengetahuan alam ala bangku sekolah adalah barang mewah dan hanya bisa dinikmati kaum priyayi saja. Hal yang cukup menarik berkaitan dengan fenomena alam seperti itu pernah diberitakan oleh surat kabar De Sumatra Post yang terbit pada 5 Mei 1904.
Dikisahkan sebuah desa kecil nan sepi, Desa Semaitan yang terletak di barat Kali Progo di Kawedanan Bandongan mendadak menjadi ramai. Masyarakat dari berbagai penjuru secara masif datang berbondong - bondong untuk melihat dan “ngalap berkah” di desa itu. Bukan karena ada Kyai atau acara khaul dan peringatan hari besar keagamaan, namun karena sebuah fenomena alam unik yang terjadi disana.
Dilaporkan bahwa rumpunan bambu muda (rebung) secara mistis tumbuh dalam waktu yang bersamaan di dalam satu petak tanah yang luasnya kurang lebih 1 meter persegi. Tak kurang dari 310 rebung muda berjejalan tumbuh saling tindih hingga membentuk layaknya sebuah kursi. Dari kesemua rumpunan rebung muda itu, ada satu buah rebung yang tumbuh setengah meter tinggi diantara yang lain.
Rebung yang lazimnya tumbuh secara soliter dalam klaster rumpunya dan tumbuh menghadap ke sinar Matahari di Timur, secara fenomenal tidak ditemukan di sini. Diceritakan bahwa si rebung yang paling menonjol itu, alih - alih pucuknya menghadap Timur malah secara ajaib mengarah ke Barat, yaitu ke arah Masjid Bandongan.
Tidak mengherankan memang, fenomena alam yang unik dan aneh ini menjadi tempat wisata religi bagi masyarakat. Peziarah yang berdatangan bukan hanya dari wilayah sekitar saja, tercatat warga masyarakat dari Salaman dan Muntilan pun datang ke Semaitan, bahkan ada warga Jogja yang jauh - jauh datang ke sana.
Tentu saja, dengan munculnya sebuah destinasi baru ini, peluang untuk mencari rezeki pun terbuka bagi si pemilik tanah dan masyarakat desa. Disebutkan bahwa setiap peziarah atau warga yang ingin menyaksikan rebung ajaib ini dikenakan biaya 1 sen per kepala.
Kesakralan dan keunikan rebung ini tentu saja memikat banyak anatsir - anatsir jahat untuk memilikinya. Dan layaknya benda yang dianggap bertuah, aksi vandalisme berupa pencurian pucuk rebung pun terjadi. Sekarang, area tumbuhnya rebung itu dipagari oleh si pemilik tanah dan pengawasan ketat dilakukan agar hal serupa tidak terulang lagi.
- Chandra Gusta W -
Sumber : Disarikan dan diintepretasikan ulang dari Surat Kabar De Sumatra Post yang terbit pada 5 Mei 1904

Komentar