MUKHTAMAR NU ke-14 TAHUN 1939 DI MAGELANG

 Magelang Saksi Cikal Bakal Muslimat NU, BANU dan Dukungan Bagi Rakyat Palestina

Para Kyai dan Ulama yang hadir dalam Mukhtamar NU ke-14 dihalaman teras Masjid Jami’ Magelang pada Juli 1939
Menjelang akhir tahun 1930an, Magelang mulai berkembang menjadi salah satu kota modern di pedalaman Jawa yang memiliki kemajuan yang cukup pesat. Berbagai macam infrastruktur kota sudah banyak berdiri mulai dari layanan kesehatan berupa rumah sakit, pendidikan dengan sekolah - sekolahnya, transportasi dan bidang keagamaan dengan berbagai macam faham, aliran dan ideologi politik didalamnya.
Melihat hal tersebut, para Kyai dan Ulama di Jawa merasa khawatir dengan laju perkembangan ini. Walaupun di Magelang sudah berdiri cabang Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond dan Madrasah Al-Iman asuhan Ustadz Segaf Al-Jufri yang cukup baik, namun Kyai Haji Zainudin Zohri dalam memoarnya “Berangkat dari Pesantren” menyatakan bahwa sudah saatnya umat Islam dan warga Magelang harus bergegas menampakkan eksistensinya untuk membendung pengaruh - pengaruh dari luar.
Maka dalam Mukhtamar NU ke-13 di Banten, Raden Haji Mukhtar, Ketua Majelis Konsul NU di Banyumas mengusulkan agar Mukhtamar NU ke-14 dilaksanakan di Magelang. Usulan ini disambut baik dan disetujui oleh para mukhtamirin yang hadir. Raden Haji Mukhtar disisi lain tahu persis bahwa NU pada saat itu belum memiliki sayap cabangnya di Magelang. Hal tersebut sudah barang tentu menjadi tantangan tersendiri bagi beliau dan umat Islam di Magelang sebagai tuan rumah pada umumnya. Maka, dalam mempersiapkan mukhtamar NU ke-14 ini, beliau mulai sowan (berkunjung) / bersafari mengunjungi pondok - pondok pesantren, masjid - masjid dan para tokoh kyai lokal usai dari Mukhtamar Banten.
Setelah kurang lebih selama hampir satu tahun berkeliling Magelang untuk bersilaturahmi ke tempat para Kyai dan Ulama, Raden Haji Mukhtar berhasil mendapatkan restu dari para tokoh - tokoh kunci di Magelang, seperti Imam Masjid Jami’ Magelang, KH. Dalhar pengasuh Pondok Pesantren Watucongol, Muntilan ; KH. Mohammad Siraj dari Payaman, KH. R. Hadi Alwi dari Pondok Pesantren Tonoboyo dan serta KH. Khudlori. Sekitar bulan Mei atau tiga bulan sebelum mukhtamar NU cabang Magelang kemudian baru diresmikan.
Mukhtamar NU ke-14 pada bulan Juli 1939 bertempat di Pondok Pesantren Darussalam Watucongol asuhan KH Ahmad Abdul Haq Dalhar (KH. Dalhar). Tema yang dibahas dalam Mukhtamr ke-14 tersebut adalah mengenai persoalan kemodernan (Tamaddun). Acara ini dihadiri oleh para pendiri NU seperti, Kyai Haji Hasyim Asy'ari (Jombang), KH. Wahab Hasbullah (Jombang), KH. Bisri Syamsuri (Jombang), KHR. Asnawi (Kudus), KH. Mahfudz (Kudus), KH. Baedlowi (Lasem), KH. Dalhar (Magelang), KH. Siroj (Magelang) dan masih banyak lagi.
Dalam buku “Nahdlatul Ulama di Tengah - Tengah Rakyat dan Bangsa Indonesia”, tercatat bahwa pada tanggal 5 Juli, rapat umum muslimat NU pertama kali diadakan dengan dihadiri kurang lebih sebanyak 4000 muslimat dari penjuru Jawa. Rapat umum ini merupakan cikal bakal organisasi Muslimat NU yang kemudian pada bulan Maret 1946 baru disahkan secara resmi menjadi bagian dari Nahdhatul Ulama.
Selain hal tersebut, dalam buku “Kiai Wahab Hasbullah Bapak dan Pendiri NU” dalam mukhtamar NU ke-14 di Magelang ini juga muncul usulan untuk dibentuknya BANU ( Barisan Ansor NU) sebagai sebuah organisasi yang menampung anak - anak muda NU dengan sifat keorganisasiannya lebih tinggi dari kepanduan.
Hal menarik lainnya seperti yang ditulis dalam Madjallah Islamijah tahun 1939 adalah dikeluarkannya keputusan untuk menyisihkan dana bagi tiap - tiap cabang NU di Hindia Belanda untuk disumbangkan kepada anak - anak yatim dan para janda di negeri Palestina.

Demikian yang bisa penulis sampaikan. Jika masih terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar - besarnya. Semoga bermanfaat.
- Chandra Gusta W -

Komentar