MIM (MADJELIS ISLAM MAGELANG) 1940 : Dari Penyelidikan Soal Penistaan hingga Urusan Haji


Perkembangan jumlah jamaah haji yang kian bertambah memasuki abad ke-19, mau tak mau membuat pemerintah Kolonial Hindia - Belanda bekerja lebih serius mengatur urusan haji. Munculnya kapal uap, pahaman tentang agama yang lebih baik serta keinginan untuk memperdalam ilmu agama di Haramain adalah beberapa faktor pendorong lonjakan jumlah calon jama’ah haji dari Indonesia. Maka dari itu, pemerintah kolonial mulai membuka konsulat Hindia - Belanda di Jeddah, mengatur urusan haji dengan berbagai macam undang - undang, serta membuka agen perjalanan (transportasi) yang khusus memberangkatkan para calon haji.
Memasuki abad ke-20, jumlah calon haji yang berangkat mengalami fluktuasi. Pada paruh pertama terjadi kenaikan jama’ah haji yang berangkat ke Mekah. Bahkan pada tahun 1910, jumlah jama’ah haji yang diberangkatkan ke Mekah mencapai 14.000 orang. Namun memasuki perang dunia pertama jumlah jama’ah haji mengalami penurunan. Bahkan pada 1915 saat puncak perang dunia pertama berkecamuk, tidak ada jama’ah haji yang berangkat sama sekali karena alasan keamanan.
Upaya perbaikan standar kelaikan haji mulai didorong oleh berbagai kalangan umat Islam di Hindia Belanda kala itu mengingat kasus kematian jama’ah haji yang tinggi. Melalui ordinansi haji tahun 1922, serta terus dilakukanya revisi dan penyempurnaan hingga sebanyak 5 kali, maka pemerintah kolonial Hindia - Belanda memberikan izin kepada organisasi Bonefit lokal di Indonesia untuk dapat menyelenggarakan pelayaran haji sendiri.
Salah satu organisasi yang mengurusi masalah haji yang pernah eksis di Magelang adalah MIM (Madjelis Islam Magelang) yang resmi berdiri bulan September 1940. Seperti yang diberitakan oleh surat kabar Soerabaijasch Handelsblad, tujuan perserikatan ini adalah untuk memperkuat ikatan kaum muslimin pada umumnya dan asosiasi Islam pada khususnya. Serta, bertujuan untuk menyuarakan kepentingan umat Islam. Selain mengurus pelayanan perjalan haji, organisasi ini juga melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya kasus - kasus penistaan terhadap agama Islam.

Secara struktural, organisasi ini diketuai oleh R. Soewahjo Soemodilogo, H. St. A. Bachtiar, guru etnografi di Mosvia Magelang sebagai wakil ketua, Moh. Dhumyrie sebagai sekretaris dan beberapa komisaris lainnya.
- Chandra Gusta W -
Sumber : Soerabaijasch handelsblad terbit pada 4 September 1940 dan Skripsi HAJI PADA MASA KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA oleh RF Jannah

Komentar