KWEEKSCHOOL VOOR INDLANDSCHE ONDERWIJZERS MAGELANG

 Sekolah Pencetak Guru Bumiputra di Magelang


Pasca diterapkannya cultuurstelsel oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda, maka kebutuhan akan pegawai - pegawai yang murah dan terampil dalam membantu kerja administrasi pencatatan dan pengawasan yang rumit dirasakan sangat mendesak oleh pemerintah. Maka dari itu, Sekolah Tingkat Rendah pun mulai dibuka oleh pemerintah kolonial berdasarkan keputusan pemerintah tahun 1836. Melihat pentingnya pendidikan bagi kaum bumiputra demi kelancaran pemerintahan, maka Kerajaan Belanda pun turut serta mengeluarkan Keputusan Raja no.95 tertanggal 30 September 1848 untuk pembukaan sekolah negeri di Hindia dengan alokasi biaya NLG 25.000 pertahun.
Oleh karena itu, untuk memenuhi tenaga kependidikan bagi sekolah - sekolah tersebut pemerintah kolonial Hindia Belanda turut membuka sekolah guru bumiputra (Kweekschool voor Indlandsch Onderwijzers) pada 1852 di Surakarta dengan biaya NLG 16.400. Sekolah - sekolah serupa kemudian berturut - turut dibuka di beberapa pulau lain selain Jawa seperti Kweekschool Fort de Kock (Padang) di Sumatra, Kweekschool Bandjermasin di Kalimantan, Kweekschool Tondano di Sulawesi dan lain - lain.
Sekolah calon guru ini banyak menerima siswanya dari pejabat Indlansche Bestuur berpangkat rendah, saudagar kaya, keluarga mantri dan kalangan priyayi. Alasan para peminat Kweekschool untuk bersekolah disana dikarenakan kepastian mendapatkan pekerjaan ketika mereka sudah lulus dengan gaji yang tetap.
Masa studi siswa Kweekschool adalah selama 8 tahun dengan kewajiban untuk tinggal di asrama yang sudah disediakan. Para siswa mendapatkan biaya hidup sebesar f 75,- dengan potongan f 5,- sebagai biaya operasional. Pada mulanya, siswa yang ditampung di asrama Kweekschool tidak lebih dari 30 orang dengan ketentuan dan peraturan yang ketat.
Kurikulum yang diajarkan di Kweekschool diantaranya adalah Aritmatika, Menulis, Sejarah, Ilmu Alam, Survey, Geografi, Pertanian, Olah Raga, Menyanyi, Pedgogik dan Gimnastik. Penggunaan Bahasa Belanda mulai diajarkan di Kweekschool pada 1865 dan pada tahun 1871 Bahasa Belanda bersifat wajib. Hal tersebut berubah pada 1885 dengan keputusan tidak diwajibkanya Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran. Memasuki abad ke-20 penggunaan Bahasa Belanda kembali di wajibkan dan dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah Kweekschool.
Menjelang berakhirnya sistem tanam paksa pada 1866, muncul ide untuk memindahkan lokasi Kweekschool dari Surakarta ke Magelang. Hal tersebut baru benar - benar terealisasi pada 12 Mei 1874 ketika Gubernur Jendral Hindia - Belanda melalui Kementerian Perairan (Waterstaat Gesicheden) melakukan pembebasan lahan di Selatan Alun - Alun Magelang (POLRESTA Magelang / sebelum menjadi MOSVIA) untuk pembangunan Kweekscool yang baru di Magelang. Dana yang digunakan untuk pembebasan tanah di Selatan Alun - Alun adalah sebesar f 28.000,- ditambah lagi dengan biaya operasional pemindahan dari Surakarta ke Magelang sebesar f 15.000,-.
Kweekschool Magelang secara resmi melangsungkan kegiatan belajar mengajarnya pada 1 Januari 1875. Guru - guru dan staf pengajar Kweekschool Magelang terdiri dari warga Eropa dan Bumiputra yang berasal dari berbagai macam daerah. Para guru tersebut ditempatkan di rumah dinas yang berada di dalam kompleks Kweekschool.
Setelah selama 10 tahun berhasil mencetak calon - calon guru sekolah rendah, pada 1 Februari 1885 Kweekschool Magelang harus ditutup barsamaan dengan Kweekschool Tondano dengan alasan rendahnya kompetensi para lulusan Kweekschool pada saat itu yang tidak memenuhi ekspektasi. Alasan kedua adalah dalam rangka penghematan anggaran kas negara serta terjadinya perlambatan ekspansi sekolah rendah di Hindia Belanda.
Pasca penutupan sekolah Kweekschool Magelang, pemerintah kolonial Hindia Belanda melakukan seleksi yang ketat bagi calon guru dan staf pengajar. Hal tersebut diikuti reformasi kurikulum dengan menghapuskan pelajaran Bahasa Belanda, Survey Pertanahan, Gimnastik, dan menggambar garis. Sedangkan mata pelajaran menyanyi menjadi mata pelajaran tidak wajib. Bahasa daerah lebih diutamakan sebagai bahasa pengantar dan buku - buku teks berbahasa daerah mulai banyak dicetak. Masa studi juga dipersingkat hanya 5 tahun dengan banyak kelas preparatori bagi para calon siswa.
- Chandra Gusta W -

Komentar