Salam Mblusukmen!!
Kecantikan alam Magelang yang mempesona
dengan jajaran gunung di segala sisinya dengan mosaik bukit – bukit dan liukan
sungai – sungai yang memahat topografi tanah Magelang selalu menghipnotis siapa
saja yang datang ke kota ini. Secuil firdaus di bumi dengan udara yang sejuk
dan asri tentunya membuat semua orang betah berlama – lama di kota ini.
“Mooi Magelang..” mungkin begitulah celotehan para orang asing yang tinggal
di bumi Tidar ini. Selain alamnya yang luar biasa, lokasinya yang strategis
sebagai kota lintas bagi pemerintah Hindia Belanda di pesisir utara Jawa dan
Vorstenlanden (kerajaan-kerajaan Jawa) di pedalaman selatan juga membuat kota
ini dinamis dan ramai dengan para pelintas. Maka jangan heran, jika dulu
Magelang pernah menjadi surganya para pelaku bisnis perhotelan pada masa
Kolonial.
Jalan Raya Poncol,
Magelang pada sekitar tahun 1910. Sumber: Delcampe
Dalam tulisan saya kali
ini, akan coba saya berikan sedikit gambaran mengenai hotel – hotel yang pernah
berdiri di kawasan tua Poncol, atau dulu disebut sebagai Groote weg Noord
Pontjol. Kawasan Poncol sendiri dulunya adalah sebuah kawasan elite dimana
banyak bangunan – bangunan megah pernah berdiri. Kawasan ini dilintasi oleh
sebuah jalan besar (groote weg) penghubung antara Semarang dan Yogyakarta yang
dalam perkembangannya, kawasan ini juga dilintasi oleh jalur kereta api
sehingga membuat Poncol mudah diakses dan ramai.
Jalan Raya Poncol pada
tahun 1927 ketika rel kereta api sudah melintasi kawasan elite Poncol. Terlihat
gedung - gedung dan bangunan bertembok bata berjajar disepanjang Groote weg
Pontjol. Sumber: KITLV
HOTEL MONTAGNE
Hotel Montagne terletak di hoek atau samping
perempatan jalan Residentielaan dan Groote Weg Noord Pontjol (eks Polwil Kedu
di Jalan A Yani Poncol, Magelang). Berdiri diatas kontur tanah yang lebih
tinggi, bangunan hotel ini diarahkan menghadap ke timur atau mengahadap Groote
weg dengan view utama Gunung Merbabu dan gunung kecil disampingnya seperti
Andong dan Telomoyo.
Foto perempatan Hotel
Montagne diambil dari arah selatan mengahadap ke utara. Terlihat disebelah kiri
foto terdapat tanah lapang yang luas yang merupakan pekarangan Hotel Montagne
pada tahun 1910 - 1940. Terlihat papan penunjuk arah 'Bandongan' dan gerbong
kereta api dikejauhan. Sumber: KITLV
Hotel Montagne juga
merupakan salah satu hotel berkelas yang ada di Magelang kala itu. Pada tahun
1935, hotel ini mendapatkan julukan hotel dengan 'REPUTATIE". Dimana
artinya hotel ini memiliki reputasi atau nama yang baik dengan pelayanan dan
fasilitas memuaskan. Hotel ini terkenal dengan signature dish atau
makanan ala Prancis yang memanjakan lidah para tamu. Di ruang lobi hotel
terdapat pula ruang makan yang representatif. Nilai tambah dari Hotel Montagne
adalah fasilitas premium bagi para pengunjung hotel berupa kamar yang khusus
menyediakan air hangat untuk tamunya. Suatu pelayanan istimewa bagi para tamu
pada jamannya.
Foto Hotel Montagne
tampak lobby depan hotel pada 1910. Sumber: KITLV
Memasuki tahun 1942
ketika pecah perang Asia Timur Raya, Jepang mengambil alih pengelolaan Hotel
Montagne dan kemudian mengubah nama hotel menjadi Nitaka. Sebagai mana yang
diketahui, semua aset milik warga kulit putih akan disita dan para pemiliknya
akan ditahan atau diinternir di kamp – kamp konsentrasi. Memasuki bulan Agustus
tahun 1945 setelah dijatuhkannya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki oleh
sekutu yang diikuti oleh proklamasi kemerdekaan di Jakarta oleh Soekarno – Hatta, keadaan di
Magelang mulai memanas. Sebulan setelah proklamasi kemerdekaan,
tepatnya pada 23 September 1945 malam, para pemuda mengadakan penempelan
Plakat Bendera Merah Putih di seluruh kota sebagai wujud dukungan terhadap
pemerintah republik. Maka pada pagi hari 24 September 1945 seluruh kota dimulai
dari Kelurahan Kramat yang paling utara hingga Kelurahan Tidar yang paling
selatan telah tertempel plakat Bendera Merah Putih, tidak terkecuali Hotel
Nitaka. Namun sekitar jam 11.00, seorang pemuda tidak sengaja melihat seorang
prajurit Jepang menyobeki plakat merah putih yang ditempel pada dinding depan
Hotel Nitaka. Mengetahui hal itu, beberapa pemuda lain yang sedang lewat di
depan Hotel Nitaka marah dan merasa terusik rasa kebangsaannya. Terjadilah
perang mulut antara para pemuda dan prajurit Jepang tersebut. Para pemuda
menuntut agar prajurit Jepang tersebut dihukum dan bendera Jepang digantikan
bendera Indonesia. Setelah melalui perundingan yang alot, untungnya kejadian
yang tidak diinginkan tidak terjadi. Keadaan kembali normal seperti semula.
Sebenarnya, disaat yang bersamaan, Hotel Nitaka sedang digunakan untuk menginap
anggota – anggota komite administrasi bantuan rehabilitasi tawanan perang dan
interniran dari pihak sekutu atau RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners
of War and Internees).
Hotel Nitaka (Montagne)
pada September – Desember 1945 ketika delegasi RAPWI menginap. Didepan hotel
inilah peristiwa penyobekan plakat merah putih oleh tentara Jepang terjadi.
Dapat dilihat pula bentuk lobby hotel sudah mengalami perubahan. Sumber:
Europana
Pada masa bersiap, atau
revolusi fisik tahun 1949, Hotel Montagne tidak luput dari aksi bumi hangus
oleh para Tentara Pelajar Magelang. Pada masa Agresi Militer Belanda II, banyak
bangunan – bangunan di sepanjang Groote weg Noord Pontjol yang dibumi
hanguskan. Tujuannya tidak lain adalah mencegah bangunan – bangunan ini
digunakan oleh pihak musuh. Kerusakan yang ditimbulkan oleh aksi bumi hangus para
tentara pelajar ini sempat diliput oleh Koran de locomotief tertanggal 5
Januari 1949.
Foto masuknya tentara
Belanda di Magelang pada akhir tahun 1948 di kawasan Poncol Magelang. Sumber:
Indiegangers
Capture foto Koran de
Locomotief 5 Januari 1949. Dalam liputan Koran tersebut menceritakan tentang
rusaknya bangunan – bangunan di dalam kota Magelang. Sumber: Upload Tony
Kusmahadi, 16 Juli 2012, FB Group KTM
Sekarang, Eks Hotel
Montagne sudah berubah menjadi kantor Polisi Polwil Kedu.
HOTEL CENTRUM
Hotel Centrum terletak di Groote weg
Pontjol. Ia merupakan salah satu dari tiga hotel lain yang ada dikawasan tua
Poncol. Hotel ini cukup terkenal pada jamannya dengan gaya arsitektur bangunan
Indische Empire Style. Kolom – kolom pilar romawi besar akan menyambut para
tamu setibanya di lobby hotel. Kanopi yang tinggi dan panjang pada pintu lobby
hotel membuat para tamu yang menaiki kereta kuda tidak perlu khawatir kehujanan
bila tiba disini. Jajaran pohon – pohon besar dan tanaman khas tropis di jalan
masuk hotel akan menaungi para tamu dengan kesejukan. Aksen patung klasik khas
eropa di gerbang masuk hotel menambah kesan konsep Indische Empire Style pada
bangunan hotel. Diperkirakan hotel Centrum dibangun sejaman dengan Wisma
Diponegoro karena jika ditilik dari segi arsitektur hotel ini memilki bentuk yang sama.
Foto diperkirakan di
tahun 1920an. Di peta stadskaart Magelang tahun 1923 Hotel Centrum masih
tercantum dalam peta. Sumber: Upload Bagus Priyana 1 Oktober 2013, FB Group KTM
Jika dilihat dari data
yang ada, Hotel Centrum sudah berdiri pada tahun 1800an. Hotel ini pernah memperoleh
kehormatan yang luar biasa karena pada tahun 1901, Hotel Centrum menjadi tempat singgah sang Raja Siam (Thailand), yaitu
raja Rama V Chulalongkorn. Berdasarkan surat kabar de Locomotief tertanggal pada 28 Juni 1901, Raja Rama V Chulalongkorn berencana menginap di hotel ini dan akan mengunjungi beberapa destinasi wisata religi disekitar Magelang. Kunjungan ini merupakan kunjungan kedua sang Raja Thailand
setelah pada tahun 1896 pernah mengunjungi Magelang. Raja Rama V
Chulalongkorn sangat terkesima dengan Candi Borobudur. Kemungkinan beberapa
artefak seperti arca budha candi Borobudur yang ada di Negeri Gajah Putih ini
dibawa pada saat sang Raja berkunjung ke Magelang sebagai
souvenir.
Berita kedatangan Raja
Rama V Chulalongkorn yang akan menginap di Hotel Centrum, Poncol, Magelang
dalam surat kabar de Locomotief.
Sumber: Upload Tomy
Kusmahadi 12 Juli 2012, FB Group KTM
Foto Raja Rama V
Chulalongkorn saat penobatannya sebagai raja Siam (Thailand) pada 1873. Sumber:
Wikipedia
Sebuah catatan menarik
milik seorang Dokter asal Jerman bernama Dr. H. Breitenstein juga pernah
mengabadikan Hotel Centrum pada tahun 1891 yang pada saat itu masih bernama
Hotel Kedu. Ketika Dokter ini mengunjungi Magelang, beliau menuliskan kesannya
terhadap kawasan Poncol yang terdiri atas jajaran rumah – rumah Eropa dan pohon
– pohon yang rindang di sepanjang jalan.
“Sisi
timur alun-alun di sebuah jalan yang cantik dengan rumah-rumah eropa sampai
dengan awal area ‘Campement’, dimana disebuah sisi berdiri rumah komandan dan
sisi kanan hotel Kedu. Pemilik hotel ini adalah seorang yang baik hati, seorang
Jerman secara lahir yang telah bertahun-tahun tinggal diantara orang-orang
belanda dan kagok berbahasa ibu. Terdapat kosakata bahasa Belanda, bahasa
Jerman, bahasa Inggris dan bahasa Melayu yang sering diucapkan dalam
percakapannya. Ini sebenarnya sebuah fenomena sehari-hari, orang jerman melalui
kemiripan kedua bahasa, tinggal di koloni belanda lalu kagok berbahasa ibunya,
demikian pula sebaliknya orang belanda setelah tinggal dalam waktu singkat di
tanah jerman, kagok berbahasa ibunya. Orang tidak akan mempercayai ini sampai
dia mengalaminya sendiri..” -Catatan harian Dr. H. Breitenstein dalam buku
21 tahun di Hindia, bagian ke-2 : Jawa-
Foto hotel Centrum dari
arah selatan dengan arah pengambilan foto dari utara. Terlihat rimbunnya
pepohonan dan jalur rel kereta api di depan jalan utama masuk hotel.
Sumber:
Delcampe
Sekarang Hotel Centrum
sudah berubah menjadi toko oleh - oleh PRANA di sebelah selatan Wisma
Diponegoro Jl. A Yani Poncol Magelang. Sisi kiri adalah jalan dari arah tangsi
militer Rindam IV.
Hotel Sindoro
Tidak ada yang mengira bahwa rumah tinggal
dan tempat praktik milik dokter Setyati Pranantyo ini dulunya adalah sebuah
hotel. Berdasarkan pada peta tahun 1923, rumah milik Dr. Setyati ini adalah
sebuah hotel bernama ‘Hotel Sindoro’. Bangunan hotel sendiri awalnya dibangun
pada tahun 1889 oleh kakek Dr. Setyati Pranantyo. Sebenarnya terdapat 3
bagian bangunan utama yang menjadi hotel yaitu bagian induk (rumah Dr. Setyati
Pranantyo sekarang ini), rumah 1 di utara hotel dan rumah 2 di selatan hotel.
Hotel Sindoro sendiri hanya beroperasi sekitar 3 tahun saja karena kakek Dr.
Setyati memiliki banyak anak. Akibatnya Hotel Sindoro ini dibagi-bagikan ke
anak-anak beliau dan berubah menjadi rumah biasa. Ayah dari dokter Setyati
Pranantyo sendiri bernama Dr. Ong. Dokter yang masyur seantero Kota Praja
Magelang pada masa kolonial dulu. Dokter Ong lahir tahun 1906 dan mewarisi
rumah bekas hotel bergaya Indische Empire dengan pilar – pilar Romawi yang
tinggi. Bangunan ini tergolong unik karena memadukan unsur – unsur budaya
Kolonial, Chinese, dan Jawa dalam konsep bangunannya. Rumah milik Dr. Setyati
Pranantyo ini pernah masuk kedalam liputan mengenai rumah – rumah masa lalu
pada stasiun TV Channel News Asia, Singapura dalam program acara ‘A House of
Its Time’.
Bentuk rumah Dr.
Setyati Pranantyo yang dulu pernah menjadi Hotel Sindoro di kawasan Groote weg
Pontjol. Bangunan dengan gaya arsitektur Indische Empire yang memadukan unsur –
unsur budaya lain seperti China dan Jawa didalamnya.
Sumber: Foto Ennyke
Susanto
Demikianlah sedikit ulasan mengenai hotel -
hotel yang pernah berdiri dikawasan de Groote weg Pontjol. Semoga bangunan -
bangunan didaerah poncol tetap lestari dan kisah - kisah zaman keemasannya
tetap abadi. Banggalah menjadi warga Magelang. Semoga bermanfaat.
Salam Mblusukmen!!
keren Mas... Salam blogger Magelang...
BalasHapusGan Boleh minta liputan gambar2 yg berkaitan dengan Pendudukan Jepang di Magelang, share dong gan
BalasHapusKota2 di Jawa itu sebenarnya cantik,tertata rapi sbg cikal bakal kota dunia pada masanya,sayang hancur atau dibancurkan,pengen hidup dan liat zaman itu,yg jelas sybhrs terlahir sbg org kulit putih dan kaya ha5x
BalasHapus