ANIEM : Ketika Kirana Menyinari Langit Kota Praja



Salam Mblusukmen!!
Listrik sudah menjadi bagian tak terpisahkan bagi kehidupan sehari – hari kita. Terkadang anekdot seperti ‘sandang, pangan dan casan (aktifitas mengisi tenaga baterai telepon selular)’ sudah menjadi kredo suci bagi manusia modern Indonesia. Dalam kaitanya dengan sejarah kelistrikan di Magelang, sebuah perusahaan listrik swasta dari Belanda mempunyai jasa yang sangat besar. Berkat perusahaan inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah, langit malam Magelang tidak gelap gulita lagi.

  
Gerbang utama pasar malam Kota Magelang  dalam pameran pertanian, peternakan dan industri pada 10 - 14 September 1924. Tahun yang sama ketika listrik pertama kali masuk Gemeente Magelang
Sumber: KITLV


Sebagai pionir masuknya listrik ditanah Kedu, peranan perusahaan ini tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia adalah pintu masuk kemajuan perkembangan Kota Praja Magelang. Dan Perusahaan itu bernama Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij atau disingkat  ANIEM.

Kelahiran Sang Penguasa Listrik Hindia Timur


Sebelum adanya organisasi yang mengatur urusan kelistrikan secara terpusat seperti PLN, pengelolaan listrik di Hindia Belanda dulu masih dikelola secara lokal dan dikuasai secara mandiri oleh perusahaan – perusahaan swasta Belanda. Namun, seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan keperluaan akan listrik khalayak luas, maka dibuatlah perusahaan listrik untuk memenuhi kebutuhan tersebut.  Perusahaan listrik pertama yang mengurusi kebutuhan warga di Hindia Belanda adalah Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (NIEM). NIEM sebenarnya merupakan anak perusahaan dibawah NV Handelsvennootschap (dulunya bernama Maintz & co.) yang berkedudukan di kota Amsterdam, Belanda. NIEM beroperasi pada 1897 dan berkantor pusat di Gambir, Batavia.

  
Kantor ANIEM di Semarang
Sumber: KITLV


Dalam perkembanganya, NIEM mengadakan ekspansi ke Surabaya dan mendirikan cabang perusahaan lain dengan nama Nederlansche Indische Gas Maastchappij (NIGM) pada 1909. Dari NIGM inilah, pada tanggal 26 April 1909, Perusahaan Gas Hindia Belanda ini berhasil mendirikan anak perusahaan lain dengan nama Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij atau (ANIEM).

Dalam jangka waktu yang relatif pendek, ANIEM berhasil bertransformasi dari yang hanya sekedar anak perusahaan menjadi sebuah perusahaan listrik raksasa dengan penguasaan 40% total pasokan listrik se-Hindia Belanda. Puncak percepatan ekspansi ANIEM terjadi pada 1937 ketika seluruh pengelolaan listrik di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pulau Kalimantan diserahkan kepada ANIEM. Dengan luasnya wilayah cakupan pelayanan di Hindia Belanda, perusahaan ini menerapkan system desentralisasi produksi dan pemasaran dengan cara mendirikan anak – anak perusahaan baru. Dengan adanya hal tersebut, munculah tujuh anak perusahaan lain dari ANIEM. Berkat hal tersebut, kinerja perusahaan menjadi lebih efektif dan efisien terutama dari segi produksi dan pemasaran.

Magelang yang Tak Remang Lagi


Gairah antusiasme liberalisasi ekonomi yang sedang marak di Hindia Belanda semenjak berakhirnya Java Oorlog (Perang Jawa), membawa banyak investor asing untuk mencoba peruntungannya di Kota Magelang. Di tambah dengan dikeluarkannya Undang – Undang Pokok Agraria pada tahun 1870, banyak perusahaan – perusahaan swasta yang menanamkan modalnya diberbagai bidang seperti perkebunan, perdagangan, perhotelan, dan bahkan perlistrikan.


  
Kios Cerutu milik Ko Kwat Ie pada pasar malam tahun 1924 di aloon - aloon kota Magelang di malam hari. Lampu bohlam pijar adalah hal yang baru di Magelang kala itu. Pada tahun yang sama, listrik baru diperkenalkan di Magelang.
Sumber: KITLV
NV ANIEM, yang mana merupakan salah satu cabang perusahaan listrik swasta Belanda dari induk perusahaan ANIEM di Surabaya, membuka jaringan listriknya pertama kali di Magelang pada 1924. Kantor NV ANIEM di Magelang dulunya terletak di Bayemanweg atau sekarang adalah Gereja Pantekosta di Jl. Tentara Pelajar. NV ANIEM atau umum disebut dengan ANIEM memanfaatkan air sungai Tuntang PLTA Jelok yang berada di sebelah timur Ambarawa sebagai sumber utama pasokan listriknya. PLTA di Tuntang ini berjasa menerangi wilayah Semarang, Magelang, Salatiga, Ambarawa, Boyolali, dan sekitarnya. 


 
Air Terjun di Tuntang sebelum di bendung untuk kepentingan pembuatan PLTA Jelok. Dibuatnya PLTA sekaligus memusnahkan eksotisme air terjun Tuntang.
Sumber: Tropenmuseum
 

 
PLTA Jelok Tuntang di timur Ambarawa

Listrik hasil pemutaran turbin dari sungai Tuntang yang bersumber dari Rawapening ini menghasilkan daya listrik rata – rata 30kV. Tegangan listrik ini kemudian didistribusikan melalui jaringan transmisi saluran tegangan tinggi (SUTET) yang berakhir di gardu induk Kebonpolo (kantor PLN pelayanan pelanggan dan gangguan listrik di selatan Rumah Sakit Budi Rahayu). Dari gardu induk inilah, listrik baru disalurkan melalui gardu – gardu listrik transformator (transformatorhuis) yang masih dapat ditemukan di sudut – sudut kota Magelang.

 
Contoh Bentuk Transformatorhuis dari Salatiga. Kurang lebih beginilah bentuk transformatorhuis yang pernah berdiri diselatan Masjid Agung Kauman.
Sumber:KITLV

Gardu listrik transformator ini memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari 3x3, 4x3, dan 5x6 meter serta mampu menyimpan tegangan listrik sebesar 6kV. Setelah dari gardu listrik transformator inilah, listrik bertegangan 110V (sekarang listrik di Indonesia bertegangan 220V) disebarkan kepada para pelanggan ANIEM. Di dalam kota Magelang sendiri paling tidak masih ada 12 transformatorhuis yang masih berdiri. Sebagian transformatorhuis sudah dirubuhkan seperti yang berada disebelah barat lapangan Golf Tidar dan diselatan Masjid Agung Kauman. Beberapa transformatorhuis yang berada dikawasan elite Magelang masa colonial seperti disepanjang jalan Bayeman, Gladiool, dan Kwarasan juga sudah tidak bisa ditemukan lagi.

 
Eks Gardu Travo no. 9 didepan pertigaan Bank BNI 46  sebelah TK Pendowo
Sumber:Ashar Setyandaru, 7 Januari 2013 Group KTM 

 
Gardu Listrik di Timur Lapangan Rindam
Sumber: Foto komentar dari Joko Ndokondo 12 September 2014, Group KTM

 
Bentuk lain dari Transformatorhuis. Gardu Listrik Ngesengan di Selatan Masjid Agung Kauman ini berukuran pendek dibanding gardu listrik lain di Magelang.
Sumber: Foto komentar dari Joko Ndokondo 12 September 2014, Group KTM

Syahdan, seblum masuknya listrik di Magelang atau sebelum 1924, dikisahkan lampu - lampu penerang warga kota hanya menggunakan lampu teplok. Baik kaya ataupun miskin, baik rumah berbilik bambu ataupun bertembok batu, aroma minyak sebagai bahan bakar lampu pasti tercium dari rumah - rumah mereka. Jalanan waktu itu gelap gulita karena penerangan jalan belum tersedia. Pada malam hari, hanya lampu - lampu dari sepeda para pedagang saja yang sesekali memberikan penerangan. Keadaan mulai membaik ketika listrik tenaga disel masuk untuk pertama kali. Dikisahkan, tegangan untuk pelanggan ANIEM yang pertama kali dulu dapatkan hanyalahsebesar 60watt, dan hanya mampu untuk menyalakan satu bohlam lampu. Pun, listrik waktu itu masih tidak stabil.  

Keadaan mulai membaik setelah tahun 1927. Konon, kota – kota yang berada dibawah naungan ANIEM mendapatkan fasilitas penerangan jalan dari perusahaan ini. Bisa dibayangkan pada jaman colonial dulu untuk pertama kalinya, lampu – lampu minyak dan gas mulai tergantikan dengan terangnya bohlam lampu mercury yang lebih terang sinarnya. Betapa indahnya kirana malam hari di kota praja Magelang kala itu.


 Terlihat lampu penerangan jalan didepan gedung Societet di ujung utara aloon - aloon Kota Magelang. Lampu - lampu inilah yang membuat jalanan di kota menjadi bercahaya.
Sumber: KITLV





 Lampu penerangan jalan disebelah Societet De Eendracht yang cantik sekitar 1925
Sumber: KITLV


Walaupun hanya segelintir orang yang mampu untuk berlangganan listrik ANIEM pada waktu dulu, tidak lantas pasokan listrik menjadi lancar sepanjang waktu. Dikarenakan sumber utama listrik NV ANIEM berasal dari PLTA Jelok yang notabene sangat bergantung pada debit air di Rawapening, maka jika terjadi kemarau panjang para pelanggan ANIEM harus merasakan “byar-pet” nya listrik di rumah mereka atau bahkan harus rela bergantian menikmati fasilitas listrik. Meskipun demikian, pelanggan dari NV ANIEM terus meningkat baik dari rumah tangga maupun industry. Bahkan pada awal pecah perang dunia ke dua, ANIEM pernah menurunkan tarif dasar listrik mereka sebesar 5% untuk meringankan beban pelanggan.

  
Jalan utama Magelang - Semarang diujung utara aloon - aloon kota Magelang pada tahun 1927 ketika tiang - tiang listrik ANIEM sudah mulai menghiasi jalanan utama kota.
Sumber: KITLV 

Tugu Aniem, Tonggak Penanda Masuknya Listrik


Tugu ANIEM merupakan sebuah tugu penanda masuknya listrik untuk pertama kali di Kota Magelang. Pada tugu ini terpahat sebuah prasasti berbunyi “MAART 1924 ELECTRIFICATIE” yang mengindikasikan bahwa listrik baru bisa dinikmati warga Magelang pada tahun 1924.Tugu ini berdiri disebelah tenggara aloon – aloon Kota persis didepan pintu gerbang Klenteng Liong Hok Bio dan diutara jalan utama kawasan Pecianan. Mengapa NV ANIEM memilih mendirikan tugu ini didepan klenteng? Konon, pengelola NV ANIEM memutuskan untuk membuat tugu peringatan di depan pintu masuk klenteng setelah mereka membaca buku Fengshui China. Sebagaimana yang diketahui, warga etnis Tionghoa sangat percaya pada hal – hal semcam tata letak lokasi terhadap keberuntungan dan rejeki dalam hidup  mereka. Maka dari itu, tugu ANIEM ini dibangun dilokasi tersebut bertujuan untuk menutup pintu rejeki para warga etnis Tionghoa yang mulai banyak berkembang di wilayah pecinan.
 
  
Jalan utama didepan aloon - aloon kota Magelang sebelum masuknya listrik. Diperkirakan foto ini diambil pada awal 1900 menghadap arah selatan. Terlihat Klenteng Liong Hok Bio di pintu masuk pecinan belum terhalangi oleh Tugu ANIEM
Sumber: KITLV 


 
Gambar lain depan Klenteng Liong Hok Bio sebelum dibangunnya Tugu ANIEM. Kemungkinan foto diambil sebelum tahun 1924.
Sumber:KITLV

 
Ujung Selatan aloon - aloon kota Magelang dengan pengambil foto menghadap utara. Terlihat tugu ANIEM disebelah kiri foto.
Sumber: KITLV

Tugu ANIEM ini juga dikenal sebagai tugu Nol Kilometer Magelang karena lokasinya yang berada di depan Kantor Pos Kota Magelang. Titik Nol Kilometer biasanya memang berada didepan kantor pos dalam kota tersebut. Lihat saja Titik Nol Yogyakarta atau Semarang dimana kedua Titik Nol kota tersebut berlokasi disekitar kantor pos kota masing – masing. Tujuan ditentukannya titik nol yang selalu berada didepan kantor pos sebenarnya bertujuan untuk memudahkan penghitungan jarak pengiriman barang dari kota asal ke kota tujuan.


 
Tugu ANIEM yang sudah dibangun didepan Klenteng Liong Hok Bio. Tugu ini juga dikenal sebagai tugu Nol Kilometer Magelang
Sumber: KITLV 


Foto Tugu ANIEM dengan latar belakang kantor pos Kota Magelang. Karena tugu ini juga berada diseberang kantor pos, maka ia sering disebut pula tugu nol km (1950 -1960).
Sumber: Kantor Kementrian Penerangan Kota Madya Magelang 


Sebelum era kemerdekaan, Tugu ANIEM memiliki 4 buah lengkung besi yang dibagian ujungnya terdapat lampu bohlam sebagai penerangan. Perubahan bentuk tugu ANIEM mulai terjadi pada sekitar tahun 70an ketika bagian lengkung dan lampu bohlam mulai diganti dengan lampu neon. Perubahan yang lebih signifikan lagi terjadi pada sekitar tahun 1980an – 90an ketika bagian puncak tugu diubah menjadi bentuk rumah jam putar manual pada empat sisi.

  
Foto Tugu ANIEM dengan latar belakang Bioscoop Krisna. Puncak besi pada tugu masih melengkung tetapi sudah berbeda dengan foto tugu pada 1924. Puncak tugu lebih sederhana (1950 -1960).
Sumber: Kantor Kementrian Penerangan


 
 Foto pintu utara kawasan pecinan dengan tugu ANIEM disebelah kiri. Foto diambil pada sekitar tahun 1970an.
 Sumber: Upload Bagus Priyana 20 Maret 2010 Group KTM


Foto bentuk Tugu ANIEM pada tahun 70an. Lengkung besi pada puncak tugu sudah berubah dengan pemasangan lampu neon.
Sumber: Koleksi Pribadi mbak Nana Lystiani 

  
Perbandingan bentuk tugu ANIEM dari tahun 1924 dan 2015
Sumber: Foto komparasi  karya Setya Heru (@akeru)




Penunjuk arah pada tugu ANIEM (nol kilometer Magelang)
Sumber: www.yudhakaryadi.com


Redupnya Pijaran Cahaya ANIEM di Tanah Insulinde


Ketika perang dunia kedua mulai berkecamuk dan memasuki wilayah Hindia Belanda, banyak perusahaan – perusahaan Belanda yang gulung tikar atau diambil alih oleh para pasukan imperial Jepang. Alhasil, pada masa kurun waktu 1942 ketika awal pendudukan Jepang sampai permulaan Agresi Militer Belanda, ANIEM terpaksa harus mati suri.  Baru pada tahun 1947 ketika pasukan sekutu dan Belanda mulai memasuki bekas wilayah operasi ANIEM, perusahaan ini mulai berbenah dan menata kembali perusahaannya. Akan tetapi, dikarenakan banyaknya kerusakan pasca perang kemerdekaan di beberapa pembangkit listrik dan banyaknya salah urus  semasa pendudukan Jepang, maka ANIEM harus banyak mengeluarkan biaya untuk berbenah.

 Reka ulang Agresi Militer Belanda I yang memasuki PLTA Jelok oleh kawan - kawan SHR, MK, D45. Masuknya pasukan Belanda ke daerah Tuntang membantu pengakuisisan bekas aset milik ANIEM pasca kekalahan Jepang pada perang dunia II.
 Sumber: Foto Mameth Hidayat


 
Tagihan listrik dari DJAWATAN LISTRIK tertanggal bulan 11 tahun 1946. Tertulis: Hanya Sukarno/Hatta Pemimpin Kita Indonesia. Tagihan listrik ini menunjukan bukti otentik bahwa sebelum adanya Agresi Militer Belanda I bahwa bekas Perusahaan ANIEM pernah dikelola para Republikan.
Sumber: Upload Irwan Santoso 2 Februari 2012, Grup KTM 

Memasuki masa kemerdekaan, kondisi ANIEM tidak menjadi semakin baik. Adanya beberapa isu sensitive seperti pengakuan kedaulatan pada KMB tahun 1949, konflik pembebasan Irian Barat, isu nasionalisasi bekas perusahaan Belanda, dan adanya krisi ekonomi di Indonesia pada tahun1950an membuat ANIEM harus rela siap – siap untuk tutup buku. Keinginan untuk mengembalikan masa kejayaan era colonial atas listrik di tanah jajahan tidak pernah terulang lagi. Maka pada 1 November 1954, berakhirlah sudah masa – masa keemasan Sang Raksasa Penguasa Listrik Hindia Belanda ini. 

Foto komparasi tugu ANIEM dari sudut yang sama antara tahun 1950an dan 2014
 Sumber: Foto komparasi  karya Setya Heru (@akeru)


 
Foto komparasi tugu ANIEM dengan model 1924 dan tahun 2000an
Sumber: www.yudhakaryadi.com


Demikianlah kiprah ANIEM di Magelang. Perusahaan listrik yang pernah merajai listrik di Hindia  Belanda ini pernah berjasa terhadap kemajuan kota praja Magelang pada masa kolonial dulu. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca dan pecinta sejarah Magelang. Salam Mblusukmen!!

Komentar