Salam Mblusukmen!!
Magelang pada semenjak
akhir tahun 1800an sudah dilihat sebagai tanah yang menjanjikan bagi para warga
asing. Berbondong – bondong segala jenis manusia dari berbagai bangsa mencoba
peruntungannya di ibu kota Karesidenan Kedoe ini. Setelah berakhirnya perang
Jawa pada 1830, arus investasi
mulai membanjiri Kota Praja Magelang
kala itu. Kaum bermodal asing mulai mendirikan berbagai macam jenis usaha baik
di bidang barang maupun jasa.
Bukan hanya warga Belanda saja yang mencoba
mengadu nasib di Magelang, Warga dari negara – negara Eropa lainpun tak segan
untuk bersaing demi kehidupan yang lebih baik di tanah ini. Sebut saja orang
Cina yang mendiami satu blok kawasan di timur aloon - aloon, kemudian orang –
orang Jepang, warga Inggris, Jerman, dan bahkan Pernacis pun pernah mencoba
mengais rizki disini. Betapa majemuknya Magelang dengan ekspatriat asing kala
itu.
Foto Au Bon Marche, sebuah restaurant yang didirikan
oleh Klan Keluarga Chevalier yang sempat mewarnai khasanah perkembangan Kota
Praja Magelang.
Sumber: Delcampe
Kali ini, saya akan mencoba memberikan
sedikit gambaran mengenai sebuah keluarga asal perancis yang mengadu nasib jauh
ke belahan lain bumi. Sosok keluarga ini merupakan salah satu kisah pengusaha
sukses yang mampu merintis beberapa macam jenis usaha di Magelang kala itu.
Sebut saja keluarga Chevalier, sang Napoleon dari Magelang dan pendiri kerajaan
bisnis di kota praja.
Kerajaan Bisnis Klan Chevalier
Dimulai dari nama toko yang banyak di temui
di negeri asalnya, yaitu Perancis, ‘Au Bon Marche’ sebenarnya adalah nama ‘Super Market’ di kota mode dunia, Paris, pada tahun 1850. Penggunaan nama
‘Au Bon Marche’ kemudian berdiaspora hingga sampai ke Hindia Belanda. Disini,
nama tersebut kemudian berubah makna bukan lagi menjadi nama super market, akan
tetapi berubah menjadi nama restoran – restoran yang tersebar di Hindia
Belanda seperti di kota Bandung, Batavia, dan Magelang.
Di Magelang sendiri, Au Bon Marche
didirikan oleh Keluarga Chevalier yang berasal dari negara Prancis. Keluarga
ini diperkirakan sudah tinggal di Magelang sejak tahun 1800an dan membuka usaha
restaurant Au Bon Marche.Trah Keluarga Chevalier bermula dari pernikahan Victor Joseph Chevalier dan Louise Maria O'Herne. Dari pernikahan mereka berdua, Victor dan Louise dikaruniai tiga orang anak yang terdiri atas dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Jeanne Chevalier dan Martha Chevalier adalah anak perempuan mereka dan Robert Chevalier adalah anak laki-laki satu-satunya trah Chevalier.
Foto pohon keluarga Klan Chevalier
Sumber: GedHTree.V2.30
Foto keluraga klan Chevalier di depan Restaurant ‘Au Bon Marche’
(Toko Murah) bersama para pembantu pribuminya pada 1897.
Sumber: Delcampe
Selain memiliki usaha berupa Restaurant,
Klan Chevalier juga membangun sebuah pabrik es dan air mineral yang cukup
termasyhur di Kota Praja Magelang kala itu. Pabrik milik keluarga Chevalier ini
bernama “Chevalier O’Herne”. Sepertinya nama pabrik es milik keluraga Chevalier ini diambil dari nama sang suami dan istri, yaitu "Chevalier dan O'Herne". hal yang agak lucu adalah nama O'Herne sendiri yang biasanya adalah nama khas bagi orang - orang yang berasal dari Irlandia. Namun, nama ini bisa tersemat dalam trah keluarga O'Herne dari garis keturunan sang Istri.
Peta lokasi Pabrik Es Chevalier O’Herne dalam Buku Middelpunt van
Den Tuin van Java yang terletak di Wates, Gedongsari, Dekil, Magelang. Sumber: Upload Foto dalam komentar Denmaz Didotte 21 Juni
2015, FB Group KTM
Foto Pamflet Pabrik es ‘Chevalier O’Herne’ yang juga membuat dan
mengimpor air Mineral, Limun dan Sirup
Sumber: Upload Suzan Wie, 25 Maret 2014, FB Group KTM
Keluarga Chevalier
sendiri menggunakan logo menara Eifel sebagai lambang pabriknya. Penggunaan
gambar menara Eifel pada pabriknya ini mengindikasikan bahwa Chevalier punya
rasa kebangaan yang besar sebagai orang Perancis yang tinggal di Hindia
Belanda.
Pabrik es ‘Chevalier
O’Herne’ ini memproduksi es mereka dengan memanfaatkan aliran air dari tangsileideng
(aliran kali/irigasi) yang melintasi pinggir pabrik ini. Selain itu, pabrik es
ini tidak hanya memproduksi berbagai macam jenis es, tapi juga membuat air
mineral botolan. Mereka menamai air mineral botolan mereka dengan merk
Eifelwater seperti lambang pabrik mereka. Air mineral pabrikan atau dulu lazim disebut dengan nama "AER BELANDA" sendiri menjadi
primadona di Hindia Belanda pada tahun 1910an. Air mineral botolan adalah
symbol pemanjaan hasrat hedonistis para kaum priyayi dan eropa. Air mineral
pabrikan ini sering dijadikan sebagai penanda status social para kaum borjuiz
di tanah jajahan. Dan pendirian pabrik air mineral semacam ini biasanya hanya
ada di kota – kota besar di Hindia Belanda dengan banyak komunitas eropa di
dalamnya. Hal ini tentunya mengindikasikan Kota Praja Magelang waktu itu cukup
makmur dan dihuni banyak warga eropa berduit.
Foto pabrik es Chevalier O’Herne dari samping belakang. Sumber :
Leiden Bibliotek
Dalam sebuah kartu
pos lama dengan latar belakang restaurant Au Bon Marche juga terdapat cap merek
keluaran pabrik es milik keluarga Chevalier bertuliskan “Appollinaris”.
Kemungkinan Trah Chevalier juga mengimpor minuman soda berkarbonasi Appollinaris
dari Jerman. Di perkirakan air mineral berkarbonasi semacam ini cukup mahal
kala itu.
Contoh botol air minum Appollinaris jaman dulu. Botol berbahan kaca
dengan tutup botol terbuat dari bahan keramik berlapis karet.
Sumber: Upload foto dalam komentar Eva Mentari Christoph 25 Januari
2015, FB Group KTM
Seperti pada umumnya sebuah usaha, pasti
pernah mengalami yang namanya pasang dan surut dalam menjalankan bisnis. Hal ini juga
sempat menimpa pada pabrik es “Chevalier O’Herne”. Berdasarkan berita pada
Koran Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 19 Januari 1911, Pabrik es milik Trah
Chevalier ini runtuh dan menimpa tiga orang pekerja yang kesemuanya adalah
pribumi Magelang. Dari tiga orang korban yang tertimpa reruntuhan bangunan pabrik,
satu orang diantaranya meninggal dunia.
Capture foto potongan berita mengenai runtuhnya pabrik es Chevalier
O’Herne pada 19 Januari 1911 dalam Koran Bataviaasch Nieuwsblad
Sumber: Upload Denmaz Didotte dalam komentar 21 Juni 2015, FB Group
KTM
Selain itu, selang 4
tahun sebuah kejadian lain menimpa pabrik es Chevalier ini. Pada Jumat malam, 10 September 1915 suara gemuruh memecah keheningan malam Kota Praja
Magelang. Ribuan kubik tanah longsor mengubur area disekitarnya. Longsoran
tanah ini terus berlanjut hingga pagi hari 11 September 1915. Hal ini
disebabkan karena runtuhnya Tangsileideng yang melintasi dalam kota praja. Pemicu longsoran ini adalah terdapatnya retakan
sambungan batu bata pada saluran aliran Tangsileideng. Hal tersebut menyebabkan
terganggunya produksi air mineral dan es Pabrik “Chevalier O’Herne” .
Foto longsoran tanah Tangsileideng pada 10 September 1915 yang
mengganggu produksi pabrik milik tuan Chevalier. Dikemudian hari, kejadian ini
menjadi bahan pelajaran bagi pemerintah Gemeente Magelang untuk membuat Kali
Kotak (ManggisLeideng) dengan desain cor seperti sekarang.
Sumber: Upload Tomy Kusmahadi 21 Juni 2012, Group FB KTM
Kecamuk Perang Dunia dan Heroisme Chevalier Muda
“Van Magelang naar
het Fransche front”
Ketika perang dunia berkecamuk di dataran
Eropa pada 1914, hampir semua Negara di eropa ikut terseret kedalam pusaran kekacauan
ini. Kekuatan – kekuatan besar membagi dataran eropa menjadi dua blok. Antara
kekuatan sekutu yang dipimpin oleh Inggris, Rusia, dan Perancis dan semua
koloninya melawan kekuatan blok sentral Jerman dan Austria-Hongaria. Semua laki
– laki pada usia produktif di masing – masing Negara yang berkecamuk ini harus
mengikuti wajib militer untuk bergabung dalam perang patriotic akbar demi ibu
pertiwi ini.
Sebuah kartu pos lama dengan gambar Au Bon Marche milik keluarga Chevalier berhiaskan tulisan tangan "best wishes' dalam bahasa perancis berangka tahun 1914. Tahun 1914 adalah tahun dimana perang dunia I pecah.
Sumber: Delcampe
Perang yang sudah berlangsung selama dua
tahun itu akhirnya tiba juga di Hindia Belanda. Sang tuan muda, Robert Chevalier yang
hidup jauh dari tanah leluhur dan sudah merasakan kenyamanan tanah insulinde
Hindia Belanda harus pergi mengikuti wajib militer ini. Diperkirakan Robert Chevalier
muda pergi pada pertengahan usia 20an jika dilihat dari foto keluarga Klan
Chevalier pada 1897. Dalam capture surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad
tertanggal 3 April 1916, seminggu sebelum pemberangkatan, anak laki – laki satu
– satunya Klan Chevalier ini dipanggil oleh Konsulat Perancis di kota Batavia.
Ia menerima panggilan untuk wajib militer dan ikut berperang demi ibu pertiwi.
Diperkirakan Robert Chevalier muda ikut dalam pendaratan pasukan ekspedisi
Franco-British (Perancis-Inggris) di Salonika, Yunani dibawah pimpinan Jendral Franchet d'Espery ("Desperate Frankie!").
Pasukan ini bertujuan untuk memberikan bantuan dan menekan pemerintahan
setempat untuk berpihak kepada sekutu dan melawan Blok Sentral Jerman dan
Austria-Hongaria.
Foto capture dari surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 3
April 1916 mengenai Chevalier muda yang dipanggil konsulat Perancis di Kota
Batavia untuk ikut dalam wajib militer. Sumber : Upload foto Tomy Kusmahadi
dalam komentar 22 Juni 2015, FB Group KTM
Menurut catatan G.H. Verhoeven, seorang
anak kepala Stasiun Kereta Api Magelang Kotta yang pernah tinggal di
Staadsgemeente Magelang pada 1925, bercerita bahwa Robert Chavelier yang dulu
pernah berperang di Salonika Yunani berhasil hidup melewati kengerian perang
dunia I di Eropa. Ia kemudian berhasil kembali pulang ke Hindia Belanda dan
meneruskan kerajaan bisnis milik trah Chevalier di Magelang. Verhoever
menceritakan bahwa ketika ia harus kembali pulang ke Eropa untuk melanjutkan
studi SMA pada akhir 1939, ia harus meninggalkan anjing kesayangannya
bernama ‘Juno’ dengan Tuan Robert Chevalier, sang pemilik Pabrik es “Chevalier
O’Harne”. Verhoever menuturkan bahwa ini adalah kali terakhirnya ia bisa melihat
Magelang dan semua orang di Kota Praja sebelum pecah Perang Dunia II di front Pasifik 3
tahun setelahnya. Apa yang terjadi pada Klan Chevalier saat tentara imperial
Jepang masuk ke Magelang pada 1942 kurang begitu jelas. Kemungkinan, Chevalier
diinternir ke dalam kamp – kamp konsentrasi khusus bagi warga eropa pada masa
pendudukan Jepang. Namun yang jelas, sang ayah, Victor Joseph Chevalier meninggal dunia pada 20 Maret 1920, atau dua tahun setelah penandatanganan perjanjian Versailles yang menandai akhir perang dunia I. Sedangkan sang istri, Louise Marie O'Herne menurut catatan berhasil bertahan hidup selama pendudukan Jepang dan kembali ke Eropa. Ia meninggal pada 14 Juli 1948 di Roermond, Belanda. Robert Chevalier sendiri diketahui menikah dengan seorang perempuan bernama Marcelle. Akan tetapi nasib Robert dan saudari - saudari perempuan dari Klan Chevalier sendiri tidak begitu jelas. Apakah mereka berhasil bertahan hidup selama pendudukan Jepang dan kembali ke Eropa atau meninggal di kamp interniran di Hindia Belanda.
Pabrik Es Chevalier O'Herne sendiri semenjak era kemerdekaan diakuisisi oleh penduduk Magelang dan dijadikan sebagai pabrik es balok hingga tahun 1962. Menurut penuturan warga sekitar, ketika pabrik es ini masih berjalan, banyak warga yang sering mandi di kolam air untuk menjalankan mesin - mesin pabrik yang suhunya hangat. Setelah sekitar 15 tahun tutup, maka pada tahun 1977 pabrik ini diakuisisi dan difungsikan sebagai pabrik kacang atom dan roti 'Cap Semut'. Semua alat - alat produksi pabrik es peninggalan era kolonial dibongkar habis dan dijual. Sempat pula pada tahun 70an ini bekas pabrik es milik Tuan Chevalier ini dijadikan bengkel mobil. Produksi usaha kacang atom dan roti 'Cap Semut' pada akhirnya harus tutup pada tahun 1994. Bekas pabrik ini juga pernah pula menjadi gudang plastik sebelum sekarang berubah menjadi rumah hunian. Bangunan utama pabrik masih dipertahankan dengan tulisan "PABRIK ES KEBONPALA" terpampang di fasade rumah.
Bangunan bekas pabrik es Chevalier O'Herne yang sekarang sudah menjadi rumah pribadi.
Sumber: Foto oleh Akhirudin Nur Asyik, diupload 25 Januari 2015, Group FB KTM
Demikianlah sekelumit kisah mengenai
Chevalier yang pernah hidup dan menorehkan kisah di Bumi Magelang. Kisah
mengenai sebuah keluarga pengusaha dan juga veteran perang dunia I yang
berhasil bertahan hidup di masa-masa sulit. Sebuah Klan Keluarga yang pernah
berjaya dengan kerajaan bisnisnya di Kota Praja Magelang dan memberikan jejak peninggalan bagi Magelang. Salam Mblusukmen!!
semangat lurr
BalasHapusBagus tulisannya, saya tadi telusuri satu persatu lokasi seperti yang tertulis. Salam csmulia
BalasHapusPabrik Es yang dekat sablogan keplekan pasar kidul boleh juga diulas . Thk.s
BalasHapussiap mas, bisa ditunggu
Hapusga nyangka tiap hari bolak balik ke pasar Bonpolo ternyata melewati pabrik es yang bersejarah itu
BalasHapus